BAB 2
PERKEMBANGAN EKONOMI POLITIK PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
KEADAAN EKONOMI-KEUANGAN PADA AWAL KEMERDEKAAN
A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN KEUANGAN DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia
keadaan ekonomi Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan
Jepang secara tak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang
Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah
tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar.
Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki
beberapa kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank
itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan
operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi
ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang
petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat
menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum
memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya. Maka dari itu, untuk
sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank;
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c. mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret
1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu.
Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya
sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses
tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar
persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian
politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan
hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik
Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan
koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah
membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank
Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan
Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini
bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
2. Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai
pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan
RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah :
1. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak
dapat diekspor, sehingga banyak barang-barang ekspor yang
dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang
impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga
pendapatan pemeritah semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya.
Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian.
Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali pun
keadaan ekonomi sangat buruk.
B. USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak
Belanda dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya
sebagai berikut :
1. Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar
berita bahwa rakyat India sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI
segera menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah India dengan
mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat rendah. Pemerintah
bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun
1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan
pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik
yang diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum internasional
India adalah negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan
kemerdekaan RI.
2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh
pihak pemerintah maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika
(Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading
Corporation), suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh
Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam transaksi
pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari
Indonesia seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen
Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang
mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat barang-barang ekspor
dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda
dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura
dan Malaysia. Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha
ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Usaha ini
secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir masa
Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh
Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil
barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di
Singapura yang diberi nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi
Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di
luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan
usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang
disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin
oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan
perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade
ini yang terkenal adalah John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris
Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang
berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas,
maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat.
Hasil-hasil dari Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke
luar negeri, utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton.
Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh Singapura dari
Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari
Jawa hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim
ke Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari
Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C. USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi
secara baik. Baru mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai
usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak.
Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr.
Surachman dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar
kembali selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang dilakukan pada
bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama
berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang
dicapai ini menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada
Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para
pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi
di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan
Mangunkusumo. Tujuan konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak,
seperti :
a. masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa
sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang
Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan
sistem desentralisasi.
b. masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan
Rakyat diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang
dipimpin oleh dr. Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian
Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya Badan
Urusan Logistik (Bulog).
c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan
yang merupakan perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan
beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan
administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan
dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan
Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946.
Konferensi kedua ini membahas masalah perekonomian yang lebih luas,
seperti program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara,
pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam
konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran
yang berkaitan dengan masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini
disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting, oleh karena itu
pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan
dapat dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang
dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada
tanggal 21 Mei 1946 dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan
Gula Negara (BPPGN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946.
Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4
tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN).
3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani.
Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan
Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan
Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi
pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana
pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia
Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh.
Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas
mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran kepada pemerintah
dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan
perundingan dengan pihak Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik,
karena situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi
Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI yang memiliki
potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal
beberapa keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong
sebagai daerah minus dan berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI
Madiun dan Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan ekonomi
semakin memuncak.
4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini,
dimaksudkan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi,
disamping meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi
penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi.
Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya
tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini disalurkan ke bidang-bidang
produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada
dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950
mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan
yang praktis. Untuk mningkatkan produksi bahan pangan dalam program ini,
Kasimo menyarankan agar :
a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b. di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c. pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d. disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e. tranmigrasi.
6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk menggiatkan
kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan dibentuknya PTE juga
diharapkan dapat dan melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi
pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang
dilakukan oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan
dengan baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan
modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat dari Agresi
Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha ekonomi
pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan
Perdagangan).
No comments:
Post a Comment