BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga negara memiliki
hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU No. 2 tahun
1989 pasal 5 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan. Dengan demikian orang-orang yang menderita cacat
atau kelainan juga mendapatkan perlindungan hak. Seperti tertuang pada
pasal 8 ayat (1) UU No. 2 tahun 1989 disebutkan bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak memperoleh Pendidikan
Luar Biasa (PLB).Namun dalam kenyataan prosentase anak cacat yang
mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya amat sedikit. Serta pasal
5 ayat (2) juga disebutkan bahwa “Setiap warga yang memiliki kelainan
fisik, mental, sosial, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus”.Dengan kata lain perkembangan manusia ada yang wajar
atau normal dan ada pula yang perkembangannya terganggu (abnormal) yang
akan berpengaruh terhadap mental dan jasmani. Sehingga dalam
permasalahan pendidikan, tidak ada perbedaan antara anak yang normal
perkembangan jasmani dan rohaninya, dengan anak yang mengalami kecacatan
fisik, seperti anak yang mengalami kelemahan mental atau sering disebut
Tunagrahita.
Hal ini dikarenakan masih adanya hambatan pada pola pikir masyarakat
kita yang mengabaikan potensi anak cacat. Pada umumnya masyarakat
memandang kecacatan (disability) sebagai penghalang (handicap) untuk
berbuat sesuatu. Telah banyak bukti bahwa orang cacat mampu melakukan
sesuatu dengan berhasil. Pada hakikatnya kecacatan seseorang bukanlah
merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu.
Anak
tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah
rata-rata. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi, terutama
yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan
membaca. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung
belajar dengan membeo. Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak
tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam
masyarakat. Selain itu, juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan
bahasa. Oleh karena itu berdasarkan UU diatas setiap orang berhak atas
pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka dalam hal ini penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara menangani anak tuna grahita?
2. Upaya apa saja yang dilakukan pendidik dalam meningkatkan pembinaan penjas atau olahraga bagi anak tuna grahita?
1.3. Tujuan atau Manfaat
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui upaya pembelajaran pembinaan penjas bagi anak cacat tuna grahita
b. Untuk mengetahui tingkat kesulitan pembelajaran penjas atau olahraga bagi penyandang cacat tuna grahita
c. Untuk mengetahui cara pemberian pembelajaran bagi penyandang cacat tuna grahita.
3. Manfaat
a. Menjadi sebuah masukan pengetahuan bagi kami yang sedang belajar di jurusan penjaskes.
b. Sebagia masukan yang penting khususnya bagi penulis sendiri dan bagi khalayak umum.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pembinaan Olahraga
Pembinaan olahraga atau penjas telah diatur dalam UU No 3 tentang Keolahragaan Nasional dalam pasal 1ayat 8 yaitu :
pembinaan olahraga adalah orang yang memiliki minat dan pengetahuan,
kepemimpinan, kemampuan manajerial dan pendanaan yang didedikasikan
untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. Dari hal tersebut bahwa
pembinaan oleh seorang guru bagi anak harus benar-benar didedikasikan
sepenuhnya bagi perkembangan si anak, tak terkecuali dengan ALB.
Perbedaaan
penanganan pembinaan anak yang normal dan yang ALB sangatlah berbeda
dalam pemberian materi maupun pembelajaran olahraga. Misalkan bagi anak
tuna grahita dalam pemberian pembinaan pembelajaran penjas atau olahraga
perlu kesabaran yang tinggi dan perlu penanganan secara terpadu serta
adanya sutu pendekatan.
2. 2.2. Anak Cacat Tuna Grahita
Keterbelakangan
mental yang biasa dikenal dengan anak tuna grahita biasa dihubungkan
dengan tingkat kecerdasan seseorang. Tunagrahita memiliki arti
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan
ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam
interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah
keterbelakangan mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan
dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara
klasikal, oleh karena itu anak keterbelakangan mental membutuhkan
layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak
tersebut. Tingkat kecerdasan secara umum bagi anak tuna grahita
biasanya diukur lewat tes Intelegensi yang hasilnya disebut dengan IQ.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Pendidikan Bagi Anak Tuna Grahita
Anak
tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah
rata-rata. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi, terutama
yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan
membaca. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung
belajar dengan membeo. Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak
tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam
masyarakat. Selain itu, juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan
bahasa.
Keterbatasan
lain yang dimiliki anak tunagrahita yaitu kurang mampu untuk
mempertimbangkan sesuatu,kurang dapat merespon dan menangkap suatu
materi. Sehingga kurikulum yang digunakan tunagrahita adalah kurikulum
sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi)
sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan
mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
Modifikasi kurikulum pendidikan penjas adaptif dilakukan terhadap:
alokasi waktu, isi/materi kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana
prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Dengan ini, maka
diharapkan mereka akan mendapatkan sejumlah pengalaman baru yang kelak
dapat dikembangkan anak guna melengkapi bekal hidup. Mengingat kondisi
peserta didik yang memiliki keterbatasan intelegensi dan juga
keterbatasan lainnya, dan juga pentingnya pendidikan. Maka dari hal
tersebut bahwa pentingnya pendidikan untuk anak tuna grahita termasuk pendidikan motorik anak dalam olahraga, Serta yang perlu di perhatikan adalah karakteristiknya (Modul Depdiknas: 2007), seperti:
a. Dalam belajar keterampilan membaca, keterampilan motorik, keterampilan lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya.
b. Perbedaan tuna grahita dalam mempelajari keterampilan terletak pada karakteristik belajarnya.
c. Perbedaaan karakteristik belajar pada anak tuna grahita ada dalam tiga daerah yaitu;
1. Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut.
2. Generalisasi dan transfer keterampilan yang baru diperoleh.
3. Perhatiannya terhadap tugas..
Adapun Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi,
1.Fisik (Penampilan)
Ø Hampir sama dengan anak normal
Ø Kematangan motorik lambat
Ø Koordinasi gerak kurang
Ø Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
2.Intelektual
Ø Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Ø Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
Ø Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
Ø Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
3.Sosial dan Emosi
Ø Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Ø Suka menyendiri
Ø Mudah dipengaruhi
Ø Kurang dinamis
Ø Kurang pertimbangan/kontrol diri
Ø Kurang konsentrasi
Ø Mudah dipengaruhi
Ø Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
3.2. Pendekatan Pembelajaran Penjas Adaptip Bagi Anak ALB
Penjas
adaptif berperan penting dalam keberhasilan anak mengikuti proses
pendidikan. Program Penjas adaptif memiliki cirri yang berbeda dengan
pendidikan jasmani biasanya yaitu programnya disesuaikan dengan kelainan
anak, programnya mengarah kepada perbaikan dan koreksi kelainan, dan
programnya mengarah kepada pengembangan dan peningkatan jasmani individu
siswa. Supaya program pengajaran atau pembinaandapat diikuti bagi anak
ALB (tuna grahita) maka perlu
adanya modifikasi dalam setiap aspek pembelajaran. Adapun modifikasi
program pembelajarannya secara umum adalah sebagai berikut:
a. Kurikulumnya baik secara perubahan total maupun perubahan sebagian dari kurikulum.
b. Strategi belajarnya dapat dig anti atau di sesuaikan berdasarkan sutu kondisi dan sikon yang memungkinkan.
c. Medianya (materi dan alat) yang digunakan di sesuaikan bagi anak tuna grahita.
d. Pengaturan
kelasnya, disini sangat penting karena perlunya suatu teknik mengajar
yang sesuai dengan anak tuna grahita atau anak ALB lainnya
e. Lingkungan atau sarana fisik yang dapat menunjang bagi pemberian suatu pembinaan penjas.
Adapun pendekatan pengajaran bagi anak tuna grahita atau ALB lainya yaitu:
a. Pengajaran
klasikal diberikan kepada anak tuna grahita atau ALB lainnya yang
memiliki tingkat akademis normal dan sama dalam satu kelas, sehingga
kegiatan dan materinya sama dalam satu kelas.
b. Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan orang-perorang dari anak ALB.
c. Individualisasi
pengajarannya adalah pendekatan dalam kelas akan tetapi setiap anak
memiliki sutu program sesuai dengan tingkat pencapaian dalam belajar.
d. Memberikan pembelajaran dengan metode inklusi.
3.3. Pembelajaran Penjas Atau Olahraga Bagi Anak Tuna Grahita
Dalam
penyelenggaraan program pendidikan jasmani hendaknya mencerminkan
karakteristik program pendidikan jasmani itu sendiri, yaitu “ Developentally Appropriate Practice”
(DAP). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus memerhatikan
perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu mendorong
kearah perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus
sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan anak didik
yang diajarnya. Perkembangan atau kematangan yang dimaksud mencakup
fisik, psikis maupun keterampilannya.
Dengan
pendidikan jasmani atau olahraga yang diadaptasi dan dimodifikasi
sesuai kebutuhan jenis kelainan dan tingkat kemampuan albmerupakan salah
satu factor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan
olahraga atau penjas bagi anak yang berkelainan termasuk tuna grahita. pendidikan
jasmani adaftif merukpakan suatu system penyampaian layanan yang
bersifat menyeluruh (komprehensif) dan dirancang untuk mengetahui,
menemukan pemecahan masalah bagi anak ALB. Adapun cirri dari program
penjas adaptif antara lain:
a. program penjas addaptif disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa.
b. Program pengajaran penjas adaptif harus dapat membantu dan mengkoreksi kelainan yang disandang oleh siswa.
c. Program pengajaran penjas adaptif harus dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu.
Untuk
pembinaan anak tuna grahita dalam penjas atau olahraga dapat dilihat
dari hal di atas serta adanya suatu perombakan dalam program
pembelajaran. Anak tuna grahita biasanya kurang cepat dalam menerima
atau merespon dari apa yang dipelajarinya atau dilakukannya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pada dasaarnya anak tuna grahita itu sama dengan anak yang normal dalam segi motoriknya akan tetapi anak tuna
grahita atau disebut keterbelakangan mental memiliki kelambatan dalam
belajar. Program penjas adaptif sangatlah membantu bagi anak tuna
grahita dengan pengajaran yang tepat maka pendidikan olahraga akan
mengenai sasarannya. Modifikasi
kurikulum pendidikan penjas adaptif dilakukan terhadap: alokasi waktu,
isi/materi kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana prasarana,
lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.
4.2. Saran
Anak
tuna grahita bukan momok yang harus dikucilkan dalam pembelajaran
penjas disekolah maupun temannya dan masyarakat bahkan mereka harus
mendapatkan perhatian yang lebih terkhusus untuk mendapatkan pendidikan
yang layak seperti halnya anak yang normal lainnya.
Sehingga
diperlukan lembaga khusus yang menangani anak tuna laras. Peserta didik
yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang
layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam
hal ini menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran” yang ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus”.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2007. Diklat pembekalan guru kelas/ agama SD mata pelajaran penjas. Jawa barat
http//irfandedikpurnomo.files.wordpress.com/.../anak-tunagrahita-dan-karakteristiknya.doc
http://yuswan62.wordpress.com
No comments:
Post a Comment